☫ Kenapa Di Indonesia Orang Yang Pulang Naik Haji Diberi Gelar “Haji”??? Ini Sejarahnya… Tercengangkah??? ☫

Warungasep – Selamat pagi pemirsa,kali ini saya posting lagi tulisan konsep saya beberapa waktu lalu,karena saya akhir2 ini lagi sibuk jadi belum sempat ngetik,jadi saya share sedikit pengalaman yang unyu-unyu.

Beberapa tahun yang lalu,saya mendapat amanat untuk mengambil barang di sebuah toko yang alamatnya sudah saya dapatkan,saya pun pergi mencari,namun sayang,toko tersebut tidak terdapat nama/spanduk,jadi saya pun bertanya kepada masyarakat sekitar,setelah dipastikan,maka saya pun yakin jika toko tsb adalah yang saya tuju.

Saya: “assalamu’alaikum…”

Pak Haji:”ya.. Mau beli apa?”

Saya: “apa benar ini tokonya Bapak Uun?”

Pak Haji: “bukan,ini tokonya Pak Haji,mungkin salah alamat”.

Setelah itu saya benar2 berpikir jika saya salah alamat,maka saya pun kembali menanyakan ke masyarakat setempat tempat tadi saya bertanya,dan mereka pun kembali menegaskan,jika memang benar pemilik tokonya bernama Bpk Uun,dan salah seorang berkata:

“iya memang itu tokonya pak Uun,mungkin aa gk bilang nama Hajinya,jadi ia gk ngaku,coba sekarang balik lagi dan tanya,apa benar ini toko pak “Haji” Uun gitu”

Setelah saya mendengar saran itu,dan benar ternyata pemirsa,memang si bpk itu memang harus disebut “haji” kalo gk pakai password itu,maka saya belum beruntung,wkwkwkwkw

Dari situ saya berpikir,kok istilah nama gelar “haji” itu begitu lumrah ya,untuk menandakan status strata sosial dimasyarakat,padahal justru hal tersebut apakah tidak menjadi terdapat unsur “Riya” ya,tapi entahlah,ilmu saya terbatas untuk itu,namun begitulah adanya,inilah Indonesia.

Bicara mengenai itu,saya bertanya kok kenapa kita yang melakukan Ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang ke 5,yang hukumnya Fardu A’in,atau dengan kata lain,wajib dilakukan bagi muslim yang mampu,lalu mengapa di negara kita,pergi haji,pulangnya langsung dapat gelar,seperti mahasiswa yang habis wisuda,ternyata inilah sejarahnya:

Gelar haji Konon hanya dipakai oleh bangsa melayu.Tidak ada dalil yang mengharuskan jika setelah menunaikan ibadah haji harus diberi gelar haji/hajjah. Bahkan sahabat Rasulullah pun tidak ada yang dipanggil haji.
Sejarah pemberian gelar haji dimulai pada tahun 654H, pada saat kalangan tertentu di kota Makkah bertikai dan pertikaian ini menimbulkan kekacauan dan fitnah yang mengganggu keamanan kota Makkah.
Karena kondisi yang tidak kondusif tersebut,hubungan kota Makkah dengan dunia luar terputus,ditambah kekacauan yang terjadi,maka pada tahun itu ibadah haji tidak bisa dilaksanakan sama sekalai, bahkan oleh penduduk setempat juga tidak.
Setahun kemudian setelah keadaan mulai membaik,ibadah haji dapat dilaksanakan.Tapi bagi mereka yang berasal dari luar kota Makkah selain mempersiapkan mental,mereka juga membawa senjata lengkap untuk perlindungan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.Dengan perengkapan ini para jemaah haji ibaratkan mau berangkat ke medan perang.
Sekembalinya mereka dari ibadah haji, mereka disambut dengan upacara kebesaran bagaikan menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Dengan kemeriahan sambutan dengan tambur dan seruling, mereka dielu-elukan dengan sebutan “Ya Hajj, Ya Hajj”. Maka berawal dari situ, setiap orang yang pulang haji diberi gelar “Haji”.

Gelar Haji di Indonesia

Di zaman penjajahan belanda, pemerintahan kolonial sangat membatasi gerak-gerik umat muslim dalam berdakwah,segala sesuatu yang berhubungan dengan penyebaran agama terlebih dahulu harus mendapat ijin dari pihak pemerintah belanda. Mereka sangat khawatir dapat menimbulkan rasa persaudaraan dan persatuan di kalangan rakyat pribumi, lalu menimbulkan pemberontakan.

Masalahnya, banyak tokoh yang kembali ke tanah air sepulang naik Haji membawa perubahan. Contohnya adalah Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama, Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam.
Hal-hal seperti inilah yang merisaukan pihak Belanda. Maka salah satu upaya belanda untuk mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama ini adalah dengan mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji dan kembali ke tanah air. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903. Pemerintahan kolonial pun mengkhususkan P. Onrust dan P.Khayangan di Kepulauan Seribu jadi gerbang utama jalur lalu lintas perhajian di Indonesia.
Jadi demikianlah,gelar Haji pertama kali dibuat oleh pemerintahan kolonial dengan penambahan gelar huruf “H” yang berarti orang tersebut telah naik haji ke mekah.Seperti disinggung sebelumnya,banyak tokoh yang membawa perubahan sepulang berhaji,maka pemakaian gelar H akan memudahkan pemerintah kolonial untuk mencari orang tersebut apabila terjadi pemberontakan.

Sumber:google

70 Comments

  1. nice share kang! 😀

    saya memang pernah dengar itu karena ulah kolonial belanda, tapi gak tau gimana jelasnya. nah setelah baca ini baru tau. ternyata gitu rupanya. 🙂

    btw, tuh pak haji terlalu juga ya. pakai password segala :mrgreen:

    • Ya pasti orang berpendidikan pasti lebih tahu dan berwawasan luas… Semoga jika saya nanti dah naik haji(aamiin…) gk dipanggil “si haji asep” cukup si asep tukang jaga warung sajah lah,hahaha

  2. geli pas baca “password”, emang bener kayak password hahahahaha….
    lbh miris lagi baca komennya kang asep “kalo kita naik haji itu,dosa kita yang kebelakang dan kedepan pasti terampuni”, hihihihi…
    keren beud post nya kang 😀

    #Ingin Naik/Turun Berat Badan 2-50kg secara AMAN, SEHAT dan TANPA EFEK SAMPING? Yuk, cari tau caranya di http://www.nutrisicantik.blogspot.com

  3. sama, dikampung saya juga ada kang, kalau ngasih undangan ke orang itu harus diberi huruf di depan namanya, kalau tidak undangan tidak akan diterima

Leave a Reply to KobayogasCancel reply